PRASANGKA SOSIAL
A.
Pengertian Prasangka Sosial
Prasangka sosial merupakan sikap
perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan rasa atau
kebudayaan, yang berlainan dengan golongan orang yang berprasangka itu. Contoh
mengenai prasangka sosial ialah attitude orang Jerman terhadap orang-orang
keturunan Yahudi di negaranya, yang sudah lama terdapat di masyarakat Jerman,
sejak akhir abad ke-19, dan yang memuncak pada zaman Jerman-Hitler dengan
tindakan-tindakan yang bertujuan untuk meniadakan sama sekali golongan Yahudi
di sana. Tindakan demikian menunjukkan adanya prasangka sosial pada orang-orang
yang berbuat demikian.[1]
Jadi, prasangka sosial adalah suatu
sikap negatif yang diperlihatkan oleh individu atau kelompok terhadap individu
lain atau kelompok lain.[2]
B.
Hubungan Prasangka Sosial dengan Sikap
Sikap adalah suatu hal atau keadaan
yang menentukan sifat dan hakikat perbuatan seseorang. Baik perbuatan yang
dilakukan saat ini mupun perbuatan yang dilakukan masa datang yang bertindak sesuai dengan perbuatan
tersebut.
Sikap memiliki 3 macam aspek:
1.
Aspek
kognitif, sikap yang berhubungan dengan gejala-gejala mengenai pikiran.
2.
Aspek
afektif, aspek yang berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu
seperti: ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya yang
ditujukan pada objek tertentu.
3.
Aspek
konatif, aspek ini berwujud kecendrungan untuk berbuat sesuatu seperti
kecenderungan memberi, kecenderungan menjauh dan lain sebagainya.
Dari uraian
diatas prasangka sangat erat kaitannya dengan sikap seseorang. Karena prasangka
merupakan pandangan dan perasaan-perasaan terhadap seseorang maupun kelompok
yang menjadi objek prasangka tersebut. Prasangka sosial akan mempengaruhi
tindakan dan sikap seseorang dalam berbagai hal dan prasangka sosial biasanya
merupakan penilaian yang tidak objektif, dengan kata lain didasarkan pada
penilaian yang tergesa-gesa.
C.
Stereo Type
Gambaran atau tanggapan tertentu
mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang golongan lain yang bercorak
negatif. Stereotip mengenai orang lain sudah terbentuk pada orang yang
berprasangka sebelum ia mempunyai kesempatan untuk bergaul sewajarnya dengan
orang-orang lain yang dikenakan prasangka itu. Stereotip biasanya terbentuk
berdasarkan keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan subjektif.
Contoh mengenai stereotip, misalnya
gambaran orang Amerika Serikat berkulit putih di bagian selatan mengenai sifat
dan watak orang Negro, dimana antara lain tercantum anggapan bahwa semua orang
Negro itu bodoh, kurang ajar, dan tidak berkesusilaan. Peranan stereotip pada
orang yang berprasangka itu sangat besar dalam pergaulan sosialnya dengan orang
Negro itu. Stereotip menentukan sikapnya terhadap semua orang Negro, terlepas
dari tingkat pendidikan, tingkat sosial-ekonominya, atau tingkat kebudayaannya.[3]
D.
Stigma
Stigma dalam kehidupan sosial memiliki makna yang menggambarkan
ciri negatif yang melekat pada seseorang, biasanya karena faktor lingkungan
atau perbuatan yang pernah dilakukannya sehingga di cap jelek oleh orang banyak
misalnya bekas nara pidana dan anak nakal.
E.
Faktor Penyebab Prasangka Sosial
Prasangka timbul dari adanya norma
sosial. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya prasangka.
1.
Orang
berprasangka dalam rangka mencari kambing hitam. Misalnya: terjajah dan
penjajah.
2.
Orang
berprasangka, karena memang ia sudah dipersiapkan di dalam lingkungannya atau
kelompoknya untuk berprasangka.
3.
Prasangka
timbul karena adanya perbedaan, dimana perbedaan ini menimbulkan perasaan
superior. Perbedaan disini bisa meliputi:
a.
Perbedaan
phisik/biologis, ras.
Misal:
Amerika Serikat dan Negro
b.
Perbedaan
lingkungan/geografis.
Misal:
orang kota dan orang desa.
c.
Perbedaan
kekayaan.
Misal:
orang kaya dan orang miskin.
d.
Perbedaan
status sosial
Misal:
majikan dan buruh.
e.
Perbedaan
kepercayaan/agama.
f.
Perbedaan
norma sosial.
4.
Prasangka
timbul karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tak menyenangkan.
Missal: bangsa yang dijajah dengan bangsa penjajah.
5.
Prasangka
timbul karena adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau kebiasaan
di dalam lingkungan tertentu. Missal: orang selalu berprasangka terhadap status
ibu tiri, atau anak tiri.[4]
F.
Cara Mengubah dan Cara Mengukur Prasangka Sosial
a.
Cara
Mengubah Prasangka Sosial
Usaha
mengubah prasangka sosial antar golongan harus dimulai pada didikan anak-anak
di rumah dan di sekolah oleh orang tua dan gurunya. Dalam hal itu hendaknya
dihindarkan pengajaran-pengajaran yang dapat menimbulkan prasangka-prasangka
sosial tersebut dan ajaran-ajaran yang sudah berprasangka sosial. Tetapi juga
penerangan-penerangan yang menggunakan
alat-alat komunikasi massa, seperti surat kabar, radio, film, televisi, dan
lain-lain, mempunyai peranan besar dalam hal itu. Terutama penerangan yang
memberi pengertian dan kesadaran mengenai sebab-sebab terjadinya,
dipertahankannya, dan mengenai kerugian prasangka sosial bagi masyarakat
sebagai keseluruhan dan bagi anggota-anggotanya.
Usaha
menghilangkan/mengurangi prasangka :
1.
Usaha
preventif: berupa usaha jangan sampai orang (kelompok) terkena prasangka.
Menciptakan situasi atau suasana yang tentram, damai, jauh dari rasa
permusuhan.melainkan dalam arti berlapang dada dalam bergaul dengan sesame
manusia meskipun ada perbedaan.
2.
Usaha
curatif: usaha menyembuhkan orang yang sudah terkena prasangka. Usaha di sini
berupa usaha menyadarkan.[5]
b.
Cara
Mengukur Prasangka
Prasangka sosial dapat diukur dengan cara mengevaluasi suatu
kelompok/seseorang yang mendasarkan diri pada keanggotaan dimana seseorang
tersebut menjadi anggotanya.
Kegiatan evaluasi meliputi 2 langkah yaitu mengukur dan menilai.
Mengevaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh
mana, dalam hal apa, bagian mana dan untuk membuat sebuah keputuan.
DAFTAR
ISI
Dipl,
Gerungan. Psikologi Sosial. PT Eresco. 1987. Bandung.
Abu,
Ahmadi, dkk. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. 1990. Semarang.
Google.
com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar